(Telaah Singkat Tentang "Intan" karya Abdullah Hussein)
*****
Roda nasib yang berputar secara drastis itulah yang membuat seluruh kampungnya menjadi syok, kaget, dan terkejut, serta tak tahu harus apa yang mereka rasakan mengenai tetangga mereka yang mendadak kaya tersebut. Jamal, demikian nama jutawan baru si penemu intan itu, tak kurang pula syoknya. Bukan karena apa-apa, hanya saja dia yang telah terbiasa miskin tersebut seperti seorang yang mati pucuk ketika anugrah itu datang. Memang secara drastis, kekayaan yang datang tiba-tiba itu tak banyak mengubah perilakunya, ia masih tetap bisa menguasai diri dan tak jatuh dalam sindrom orang kaya baru yang berlebihan. Namun justru kekayaan Jamal itulah yang banyak mengubah orang sekelilingnya. Pak Cin, tetangganya yang super pelit itu mendadak berwajah manis dan berlembut lidah kepada Jamal, kendati semasa Jamal miskin hanya dua kali Pak Cin meminjamkan beras dari 12 kali Jamal mengajukan pinjaman. Begitu juga si dukun kampung, saat Si Jamal miskin, bukan main lagak sibuknya dukun itu, sehingga anak Jamal yang sakit pun tak mau dia menolong. Tapi lihatlah ketika nasib mengubah Jamal, sehat pun anak Jamal, dengan segala alasan manis dia berlagak peduli. Sikap-sikap serupa tak jauh pula dari kerabat famili Jamal. Kalau dulu masih miskin Pak Ngah dan Bu Ngah Jamal bukan main pelitnya dan tiada kentara cueknya, namun kini 180 derajat pula sifat itu berubah…
Itu baru dalam skop kecil, lingkungan sekitar Jamal. Skop yang lebih luas, punya pengaruh yang luar biasa. Masyarakat dari berbagai penjuru berduyun-duyun memasang bubu di sungai. Bukan ikan yang mereka cari, tapi intan. Berharap keberuntungan memihak mereka. Akibatnya, roda dan denyut nadi perekonomian masyarakat menjadi berantakan. Mereka yang dulu bertani, berdagang, kini tidak lagi, berganti dengan memasang bubu dengan sejuta pengharapanan.
Walaupun babak ending dari novel ini berakhir ironis, dimana Jamal tidaklah berjaya dengan kekayaannya, karena intan yang dia temukan ternyata masih mentah, tapi itu sama sekali tidak penting. Babak penting dalam novel ini yang sangat berharga bagi saya adalah pada tataran reaksi orang sekitarnya. Kita bisa melihat watak “asli” manusia pada babak tersebut.
Ini memang karya sastrawan negara tetangga kita, tapi nilai moralnya saya rasa berlaku dimana saja. Maka tidaklah heran jika novel ini pernah diadaptasi ke layar lebar di
Itu saja, saya rasa!
0 comments:
Posting Komentar