
Oleh : Zamroni Rangkayu Itam
********
Gado-gado memang enak, setiap orang Indonesia pastilah mengakui bahwa gado-gado memang enak. Bayangkan saja, dalam satu piring memunjung terdapat berbagai macam jenis makanan menyatu menjadi satu hidangan yang sedap : Gado-gado. Lantas bagaimana dengan musik? Lho, apa hubungannya dengan gado. Apakah ada musik gado-gado? Jawabannya ada, tapi hanya sebatas istilah saja, bak orang bilang, ada bahasa gado-gado, yaitu bahasa yang campur-campur, betawi masuk, inggris masuk, tak lupa juga kadang bahasa kampungnya sendiri. Dan, dalam aliran musik, pun ada yang dikategorikan gado-gado tadi.
Saya tidak akan membahas musik campur sari, yang katanya bisa dikategorikan gado-gado juga; dangdut plus tembang-tembang khas jawa, atau musik pop yang kian banyak dikolaborasikan dengan rock, ataupun dangdut dan rapp, seperti banyak kecenderungan banyak musisi belakangan ini. Di sini saya ingin membicarakan salah satu grup musik yakni Discus.
Secara pribadi saya mengaku baru mengenal grup band ini, belumlah sampai sebulan saya rasa. Berawal dari surat kabar Kompas yang saya baca di perpustakaan kampus (saya lupa Kompas terbitan kapan), saya sangat tertarik dengan band ini. Apa pasal? Menurut laporan Kompas, band ini unik, namun sayang tak banyak publisitas mengenai mereka, kendati telah sejak tahun 90-an band ini terbentuk. Masih menurut Kompas, band ini mengusung aliran progressif, yaitu aliran yang lebih mementingkan musikalitas. Dalam band progressif, durasi menjadi keutamaan. Rata-rata durasi mereka 9 menit sampai 10 menit. Itu rata-rata. Bahkan banyak band progressif sampai 15 bahkan 30 menit, contohnya grup band Dream Theatre. Dalam durasi yang begitu lama, memang memungkin personelnya untuk berimprovisasi dan melepaskan segenap power dalam setiap instrumen musik yang mereka pegang. Nah, keistimewaan grup band Discus ini (masih menurut Kompas), disamping mereka mengusung aliran campur-campur, seperti metal dan jazz, mereka juga banyak memasukkan unsur musik etnik seluruh Indonesia. Dari Kompas juga, saya tahu kalau band Discus ini sering tampil di pelbagai festival musik mancanegara. Merasa tertarik ingin mengetahui lebih dalam, saya cari sendiri lagu-lagunya. Dan, internet, adalah cara yang sangat praktis. Tinggal tulis namanya di google, pluk, ada beberapa situs yang menyediakan fasilitas untuk unduhan.
Saya memperoleh album mereka yang kedua, ...Tot Lich! Saya rasa judul album mereka ini diambil dari buku Kartini Verso Door Duisternis Tot Licht, alias Habis Gelap Terbitlah Terang. Begitu track pertama saya putar, System Manipulation, hmmm, memang terdengar betapa kayanya musik mereka dengan berbagai musik, disatu padu menjadi satu. Kita bisa merasa menikmati jazz, metal juga, dan kadang-kadang kita seolah masuk ke alam musik Bali, Sunda, tak ketinggalan pula gamelan Jawa. Kaya betul! Saya heran, kenapa musik mereka ini tidak begitu tenar, minim publisitas (atau saya yang ketinggalan berita, kali yaa, hahaa!!), padahal musik mereka, contohnya album ...Tot Lich! Ini rilis pada tahun 2003, benar-benar numero uno. Sangat sayang rasanya terlambat mengenal musik mereka, padahal saya sudah muak juga mendengar lagu-lagu dengan kualitas serba minim di berbagai stasiun tivi kita (saya tidak bermaksud melecehkan banyak musisi yang serba instan musiknya, tapi sebatas berkata jujur saja, maklumlah saya kan konsumen musik sejati, haha). Tapi bagaimana pun, secara pribadi, saya sekarang menunggu-nunggu kapan grup ini merilis album baru mereka (menurut laporan Kompas, mereka akan merilis album baru).
Mungkin sedikit itu saja mengenai band Discus, untuk track-track lain dalam album ...Tot Lich! ini, silahkan Anda sendiri yang menilai, rasakan kekayaan musikalitas mereka. Terus terang saya bukan pengamat musik betulan, hanya sebatas penikmat. Barangkali ada di kalangan pembaca, yang benar-benar seorang pemerhati musik, silahkan bedah dan teliti musik-musik mereka. Saya yakin anda akan mengacungkan jempol. Pasti itu…
(Bersambung…)
0 comments:
Posting Komentar