Pages

Minggu, 25 Oktober 2009

Controlling Lust Imagination, Can We???

Sekilas Tentang “Dilarang Menyanyi Di Kamar Mandi”-nya Seno Gumira Ajidarma

*****

Oleh : Zamroni Rangkayu Itam

Membaca dan menelaah “Dilarang Menyanyi Di kamar Mandi”-nya Seno Gumira Ajidarma kita dibuat tertawa sendiri—baik karena lucunya, sarkasme yang meledek dan menyindir, kendati pada akhirnya membuat kita—khususnya para pria lebih berinstropeksi diri setelah mengunyah dan menelan karya sang maestro cerpen Indonesia tersebut.

Cerita bermula dari sebuah setting gang sempit khas warga kelas bawah kota Jakarta. Ada sebuah ritual aneh bapak-bapak penghuni gang tersebut. Mereka hapal benar kapan jadwal seorang wanita primadona gang tersebut mandi. Mereka hapal bukan karena mereka sering mengintip wanita tersebut mandi melalui celah-celah lubang kecil kamar mandi, tapi hanya sebatas menikmati bunyi byar-byur-byar-byur air gayung menimpa tubuh sang wanita dan lantai kamar mandi, serta klst-klst-klst bunyi sabun menggosok kulit, dan yang lebih hot lagi wanita tersebut sambil bersenandungkan lagu-lagu dengan suara yang seksi serak-serak basah. Tak harus melihat secara live perempuan itu telanjang mandi memang, suara-suara itu saja sudahlah cukup untuk membuat bapak-bapak penghuni gang tersebut mengalami ekstase orgasme melalui imajinasi mereka.

Suara seksi si wanita di kamar mandi bukannya tidak ada masalah. Para istri penghuni gang sempit itu menjadi resah. Sikap dingin dan tidak bergairah para suami di tempat tidur sudah barang tentu membuat para istri uring-uringan. Lantas mereka menuding si pemilik suara seksi serak-serak basah yang selalu menyanyi di kamar mandilah yang menjadi penyebabnya. Sadar akan bahaya yang menimpa nafkah batin mereka, para istri pun mengultimatum ketua RT untuk melarang si wanita bersangkutan menyanyi di kamar mandi. Amanah para ibu-ibu kepada ketua RT pun berjalan sukses. Si pemilik suara seksi serak-serak basah yang selalu menyanyi di kamar mandi itu pun menyanggupi permintaan mereka.

Si wanita tersebut memang tidak lagi menyanyi di kamar mandi. Lantas apakah masalah selesai begitu saja? Tidak! Bapak-bapak masih konsisten dengan imajinasi “kreatif” mengenai si pemilik suara serak-serak basah itu, walau hanya sebatas mendengar bunyi byar-byur-byar-byur air gayung menimpa tubuh serta klst-klst-klst bunyi sabun menggosok kulit. Melihat tiadanya perubahan dari diri suami mereka yang masih tak bergairah di ranjang, para istri kembali uring-uringan dan melapor kembali kepada ketua RT. Kali ini ibu-ibu lebih ekstrem, mereka meminta pak RT untuk mengusir si wanita dari lingkunngan gang mereka. Setelah menimbang-nimbang ketua RT pun menyanggupi. Sebaliknya, si wanita, dengan penuh sukarela menuruti keinginan para istri yang kekurangan nafkah batin itu untuk pindah dari kediamannya. Tentu saja hal ini disambut napas lega oleh para istri.

Setelah tiadanya bunyi bunyi byar-byur-byar-byur air gayung menimpa tubuh sang wanita dan lantai kamar mandi, serta klst-klst-klst bunyi sabun menggosok kulit, begitu juga senandung lagu-lagu dengan suara seksi serak-serak basah, masalah yang sama tidaklah berakhir begitu saja. Tampaknya suara-suara tersebut terekam kuat melekat dalam imajinasi para bapak penghuni gang tersebut, kendati sang “biang keladi” telah pergi. Rupanya tidak bisa begitu saja imajinasi para bapak itu bisa terhapus. Lagipula bagaimana mungkin bisa memenjarakan imajinasi? Sang wanita bersuara seksi yang selalu menyanyi di kamar mandi bisa saja pergi jauh tak kembali, tapi imajinasi tak pernah bisa dikibuli. Siapa yang salah, si wanita yang selalu menyanyi di kamar mandi-kah, para bapak yang imajinasinya kemana-manakah, atau sama sekali semuanya bersalah? Kalau si wanita yang salah karena menyanyi di kamar mandi dengan suaranya seksi dan lantas mengundang imajinasi liar bapak-bapak, mungkin saja ia memang pantas diusir. Namun jika para bapak yang salah karena masih tetap saja membayangkan suara aktivitas si wanita di kamar mandi kendati ia telah pergi, kenapa sang wanita dikorbankan (baca : diusir)?

Terus terang ini sebuah cerpen yang sangat menarik. Teramat baik saya rasa sebagai bahan pertimbangan untuk mengkaji ulang secara intensif UU Anti Pornografi di negara kita tercinta ini, Indonesia

0 comments:

Posting Komentar