Pages

Minggu, 03 Januari 2010

Waktu Ke Waktu Tahun Ke Tahun (Masih Seperti Dulu)


(Catatan (semi?) reflektif awal dan akhir tahun)
***

Ah, beberapa hari di tahun 2010 sudah kita jalani. Detik perjalanan waktu beranjak ke taraf menit dan jam masihlah seperti dulu. Tak berubah. Terus, semua akan masih berjalan sama, seperti tahun-tahun sebelumnya. Dan, (mungkin) masih takkan terasa lama tahun yang akan baru akan datang lagi. Lagi dan lagi. Kita, akan masih tetap menyatu dalam waktu. Bisa pula suatu saat kelak waktu pula-lah yang menghentikan langkah kita di bumi ini.
Bukan hanya kesan dan jejak hura-hura yang menyergap otak dan pikiran di awal pergantian tahun ini. Bukan hanya pula taburan bunga api mengangkasa dan desingan hingar bingar konser-konser musik. Memori kita terkadang terlempar jauh ke ingatan lima-sepuluh tahun atau bahkan melebihi ke separuh usia kehidupan masa lalu kita.
Bagi saya, lima tahun yang lalu saya masih duduk di tingkat akhir sekolah menengah atas dan masa persiapan masuk perguruan tinggi, kuliah. Sekarang, situasinya lain, saya berada pada masa akhir duduk di tingkat perguruan tinggi, dan ada pada masa awal persiapan masuk dunia kerja secara serius dan (mungkin) juga permanen. Jika ditarik ke masa lebih jauh lagi ke belakang, sepuluh tahun yang lalu misalnya, saya 13 tahun. Berada di tingkat satu sekolah menengah pertama. Masa itu masa peralihan dari kanak-kanak ke masa remaja. Masa awal memasuki ’Dunia’ kata orang. Sebuah masa yang kini terasa indah dan sangat melegakan (pada saat itu...), tak ada beban. Sepuluh tahun yang lalu saya masih ingat saya sering bolos mata pelajaran Matematika, sebab gurunya killer bukan main. Bolos, ya benar bolos, tapi hanya mata pelajaran Matematika. Pelajaran yang lainnya selalu saya sambut antusias, terkadang dengan semangat yang ambisius. Sepuluh tahun yang lalu juga, saya pernah merasa senang dan bangga sebab usia kini (dulu) berada pada taraf remaja, ABG.
Lagi, dan lagi, jika ditarik lebih jauh (dan jauh) ke lima belas tahun yang lalu, usia saya delapan tahun. Saya masih kanak-kanak dan duduk di kelas dua SD desa. Masa saya masih bandel (tak terlalu sih!). Mandi di sungai saya masih telanjang polos. Suka terjun lompat dari jembatan ke sungai desa kami. Suka berenang mengilir pakai rakit batang pisang dari hulu sungai kampung sampai ke hilirnya saat air sungai naik dan deras. Atau main perang-perangan lempar lumpur. Sesekali dimarahi bapak-bapak atau ibu-ibu karena lemparan kami nyasar mereka yang sedang mandi di Tepian sungai. Masih lima belas tahun saya bersama gerombolan bocah lainnya sesekali (mungkin sering...) bersaing dengan kalong pada malam hari saat musim duku tiba, kami bertengger di dahan-dahannya menikmati buah duku manis yang tiada banding, kendati pada pagi harinya bapak saya sendiri tiba-tiba kesal karena pohon duku kami juga dipreteli buahnya oleh bocah-bocah nakal lainnya. Tapi itu tak ada masalah, duku memang banyak di desa kami. Bagi yang pohon dukunya jadi korban bocah pada malam hari, pagi atau siangnya, sang empu duku akan segera melilitkan kawan berduri batangnya. Juga, saya masih ingat ladang tebu yang terletak diujung jalan desa sering kami nimati tanpa izin. Ah..., itu masa saya masih bocah!
Ah! Kini (tiba-tiba) saya sudah 23 tahun. Masa yang berat mungkin. Duduk di tingkat akhir sebuah universitas. Mungkin jika Tuhan berkehendak, dan Dia memberikan banyak lagi waktu, tak lama lagi (mungkin), prosesi ritual sakral hidup kedua akan dijalani. Prosesi pertama dan segala proses setelahnya sudah saya jalani. Masa lahir dari rahim ibu—yang disebut prosesi pertama sudah lewat 23 tahun. Prosesi kedua—masa berumahtangga mungkin juga tak lama lagi. Itu pun jika Tuhan menghendaki. Jika ada jodoh di hati dan di catatan-Nya. Prosesi kedua sudah di depan mata. Sedangkan prosesi ketiga—kematian, tak akan pernah tahu kita, kapan masa itu akan datang.
Ah, waktu! Engkau memang terbalut detik, menit, jam, hari, minggu, bulan dan tahun. Cepat Engkau berlalu bersama usia kami. Tapi Engkau tetaplah waktu. Bagimu tak ada kompromi. Jalan dan terus jalan seiring peputaran bumi mengelilingi matahari. Engkau terbalut siang-malam. Kami tahu, itulah Kamu. Waktu.
Hmm. Pergantian. Waktu ke waktu. Tahun ke tahun. Di setiap waktu dan tahun, apa yang kami (dan dunia) hadapi dan jalani selalu berubah. Terus berubah. Tapi waktu, tahun, dari setiap pergantiannya, masih tetap sama. Masih waktu dan tahun itu juga. Cuma kita menyebut bilangannya saja yang berbeda...

Zamroni Rangkayu Itam

kredit gambar : boedijaeni.wordpress.com



0 comments:

Posting Komentar