Pages

Minggu, 22 November 2009

Tak Perlu Takut 2012


Penasaran, itulah yang membuat film 2012 akhirnya saya tonton juga. Larangan ulama untuk menonton film tersebut dengan senang hati akhirnya diabaikan juga. Lagi pula apa gunanya mereka melarang-larang? Melarang di tengah filem tersebut menjadi perbincangan hangat banyak orang justru menambah keingintahuan masyarakat. Semakin keras ulama ingin membredel filmnya, semakin ia dicari. Semakin gencar fatwa pengharamannya, semakin kencang pula orang berdatangan ke bioskop atau sekedar mencarinya di kios-kios DVD bajakan. Pengharaman (sebagian) ulama atas film 2012 ini jelas keliru sama sekali. Masyarakat sudah dewasa, jenuh, masalah film saja dilarang-larang. Melarang film tersebut beredar berarti menambah popularitas film itu sendiri, ibarat menyiram minyak ke api. Dan dalam hal ini, para ulama yang melarang menonton film 2012 kelihatan sangat tidak bijak sekali. Saya sendiri, terus terang pada awalnya tak berniat menonton filmnya, tapi apa boleh buat, pengharaman sebagian ulama membuat rasa ingin tahu saya tiba-tiba menguat. Seperti apa sih, kok bisa sampai diharamkan?
Dari segi cerita, 2012 ini biasa saja—dalam artian, tipikal filmnya Holywood banget. Rangkaian gempa bumi yang dahsyat serta hantaman tsunami raksasa memang kelihatan nyata sekali. Efek visual yang ditampilkan memang membuat penonton berdecak kagum. Gunung meletus, tanah pada terbelah, gedung-gedung bertingkat ambruk,  di tangan sutradara Roland Emmerich menjadi kelihatan nyata dan benar-benar terjadi.
2012 tidak bercerita tentang kiamat—dalam artian akhir dunia, akhir bumi. Bukan, bukan itu yang ada dalam film 2012 ini. Ia lebih kepada disaster saja. Bencana retakan lempengang bumi di seluruh dunia serta tsunami yang ganas yang memusnahkan hampir seluruh penghuni dunia. Boleh juga dikatakan film 2012 ini kiamat bagi peradaban maju manusia.
Sebelum menonton film ini, ada isu yang mengatakan bahwa film tersebut membawa muatan penonjolan agama tertentu. Tapi, setelah menonton dengan mata kepala sendiri, isu tersebut tak terbukti sama sekali. Nyata sekarang isu murahan yang lebih bersifat fitnah itu adalah bohong besar—yang sengaja dibesar-besarkan oleh orang dengan pikiran cetek dan sempit.
Letak kontroversial film ini, menurut saya hanya terbatas pada isu bencana itu sendiri. Kita tahu, jauh sebelum film ini dirilis, di ranah internet telah berkembang pesat isu akhirdunia-nya orang Maya. Kalender Maya yang berakhir pada tanggal 22, bulan 12, tahun 2012, sepertinya telah dieksploitasi oleh tangan para kapitalis untuk mencetak banyak uang. Sejauh mana kebenaran tafsiran atas berakhirnya kelender orang Maya, kita tak perlu khawatir. Mau ada kiamat betulan, atau hanya ada bencana alam biasa, haruslah kita sikapi dengan bijak. Tidak cukup hanya dengan larang melarang, haram mengharamkan. Mengadakan bedah filmnya tentu lebih konstruktif. Datangkanlah para pakar film, ahli geologi, serta pakar astronomi kalender Maya, dijamin akan lebih bermanfaat dan bermakna.
Bagi saya, film 2012 ini sedikit banyaknya ada saduran dari kisah nabi Nuh dan perahunya. Di film ini digambarkan bagaimana seluruh orang penting di seluruh dunia berkumpul di dataran tinggi Tibet, China, untuk menaiki perahu raksasa. Ketika tsunami besar menyerang seluruh daratan, perahu raksasa pun mengapung di tengah riakan gelombang. Di akhir cerita, sutradara seolah ingin mengatakan bahwa orang di perahu inilah yang akan meneruskan trah kehidupan manusia. Sebagaimana yang terdapat dalam kisah perahu Nuh. Dan paling akhir sekali, bola bumi memiliki konstruk daratan benua baru yang lain, berbeda dengan kontur benua sebelumnya.
Ada baiknya 2012 dipandang sebatas fiksi semata. Jangan jadi goblok meyakini mentah-mentah apa yang telah disajikan oleh film ini. Dan, tentu saja jangan pula menjadi goblok dengan tidak mengambil pelajaran dari film ini, walau hanya sejumput kuku hikmah. Bicara kiamat, jelas tak mungkin kita bisa memahaminya secara pasti. Sebab, bisa saja bumi yang kita kenal sekarang ini telah mengalami puluhan ‘kiamat’ sebelumnya…

Zamroni Rangkayu Itam


0 comments:

Posting Komentar