
Bung,
Apakah Anda perokok berat, atau minimal perokok biasa yang tidak terlalu rutin menghisap barang yang terbuat dari tembakau tersebut ? Kalau iya, lebih baik jangan membaca tulisan saya yang satu ini, dijamin Anda sudah bisa menangkap intinya, karena pengalaman Anda ‘bergaul’ dengan rokok menjelaskan semuanya, apa itu logika perokok. Tapi sebaliknya, bagi Anda yang tidak merokok dan sangat membeci kebiasaan tersebut, tulisan ini memang khusus untuk Anda. Apa pasal ? Karena, sebagai pembenci rokok, saya yakin Anda telah pernah berdebat dengan teman, saudara, atau entah dengan siapa pun, tentang masalah yang satu ini. Dan, tentu, sebagai orang yang paham bahaya rokok, Anda telah memasukkan argumen ‘bahaya’ tersebut sebagai alasan Anda mencegah orang untuk mengghisap rokok.
“Rokok itu bahaya,” kata teman saya Sudirah dengan nada yakin. “Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin…,” lanjut Sudirah lagi. Kali ini dia mengutip peringatan yang ada di setiap bungkus rokok.
Teman saya yang bernama Sudirah tersebut memang anti tembakau, lebih-lebih jika telah disulap jadi rokok. Sebagai perempuan intelek yang tergabung dalam Asosiasi Wanita Pembenci Tembakau (AW_PeTe), Sudirah menganggap rokok itu benda yang menjijikkan. Melihat rokok saja sudah membuat Sudirah mau muntah, apalagi menghisapnya, bisa megap-megap napasnya. Bahkan dengan sangat percaya diri dia mengatakan tak akan memacari apalagi menikahi pria perokok. Dengan pikiran inteleknya, Sudirah berargumen rokok itu tak ada seninya. “Jijay gue,” katanya. Orang bodoh macam apa yang hobinya menghisap tembakau lalu asapnya dikeluarkan lagi ? Orang tolol dan goblok macam mana kok bisa-bisanya mendapatkan kenikmatan dari kepulan asap yang bikin hidung sengak ? Semua itu tak masuk diakal Sudirah yang ternyata tingkat intelektualitasnya juga kelas kacangan.
“Nah, elo Dirah, jangan mempersusah diri menolak cinta cowok perokok,” kata si Joni suatu hari. “Hati-hati lho, duapertiga dari cowok adalah perokok. Dengan menutup pintu hati dari cowok perokok, berarti dengan sendirinya elo menutup peluang mendapatkan cowok ideal hanya gara-gara elo tidak suka si doi ngerokok. Perokok bukan berarti sifatnya yang lain jelek, kan ?” lanjut si Joni lagi.
“Biarin. Lha wong kriterianya gue yang bikin kok, gue tahu apa mau gue sendiri. Apa urusannya sama lu !” jawab Sudirah songong seraya memasang mimik wajah yang dari awal sudah terlihat songong.
Si Joni yang dasarnya juga songong, dengan songongnya dia balas menjawab; “Songong banget sih jawaban elo, gue kan niatnya baik-baik.”
“Baik sih baik, Bos ! Tapi, bagi gue tak ada kebaikan dari rokok. Coba lu pikir, orang bego jenis apa yang sudah tahu bahaya rokok tapi masih aja bandel ngerokok ? Coba itu lu jawab !
Si Joni diam, sepertinya belum ada inspirasi dan argumentasi yang pas sebagai jawaban.
“Gue sah-sah aja dong bikin kriteria, calon cowok atau suami gue bukan penghisap dedaunan kering yang bernama tembakau bangsat itu ?” sambung Sudirah lagi. Tingkat kesongongannya naik satu level.
“Tapi..??”
“Tapi apa, Joni ? kalau cowok perokok kayak lu sudah pasti bukan tipe gue,” potong Sudirah. Tingkat kesongongannya naik satu level lagi.
“Pantek ! Bukan itu maksud gue, orang ngerokok itu kan ada alasannya, buat santai-santai, nikmatin hidup, gituh.. ! Gue suka sama elo ?
Hwekkk !!!
Bung,
Memang, debat tentang rokok tak ada ada ujungnya, tak akan ada titik temu. Sampai kapan pun tak pernah. Saya yakin telah banyak waktu terbuang di pojok kantin hanya membahas bahaya rokok. Tak terhitung pula berapa banyak umpatan goblok, tolol, bego, dari mulut Anda yang benci rokok. Dan tentu tak terhitung pula kata monyet, kambing, ngehe, terserah gue, dll, dari mulut Anda yang menganggap ngerokok itu sah-sah saja.
Tak terekam pula betapa logisnya alasan Anda yang mengatakan merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin. Tak dapat tertampung pula betapa banyaknya busa-busa yang keluar dari mulut Anda mengkampanyekan betapa rokok itu berbahaya dan mematikan.
Sekali lagi, Bung…
Berpikir dan bersikap logis terhadap bahaya rokok, tetap tak akan bisa mengalahkan argumen-argumen para perokok. Percayalah, sampai kapan pun kampanye antirokok itu tak akan berpengaruh signifikan. Sekali lagi, betapa pun logisnya bahaya itu, tetap sajapara perokok sudah punya jawaban sendiri.
“Lha, kenapa rokok yang disalahkan ?” tanya si Joni heran. “Orang yang nggak ngerokok juga kena serangan jantung”. Katanya lagi, “Tetangga saya, si Kehet digugat cerai sama isterinya gara-gara Kehet impoten. Padahal Kehet nggak ngerokok, lho !
Bung,
Itu baru salah satu argumen, alasan si Joni untuk terus cuek ngerokok. Tentu Anda para pembenci rokok gemas dengan alasan tersebut. Wajar. Dengan logika yang Anda yakini bersih dan masuk akal, tentu alasan si Joni terkesan dipaksakan dan asal ngomong alias ngehe. Sekali lagi, bicara masalah bahaya rokok dengan perokok tidak cukup dengan mengandalkan logika.
“Nah, kemaren kakeknya si Kabir mati gara-gara jatuh dari motor, kalau mau bicara logika, naik motor seharusnya dilarang dong, karena menyebabkan kematian yang tidak wajar, kecelakaan maut. Silakan Anda hitung, berapa orang yang mati setiap hari karena kecelakaan motor ?” tanya si Joni argumentatif.
Bung,
Itu alasan lain dari si Joni. Bagi Anda para pembenci rokok, tentu Anda kesal dan menganggap alasan Joni ngawur. Anda bisa saja mengatakan naik motor adalah sarana untuk kelancaran transportasi ? Tapi hati-hati, bisa saja si Joni balas menjawab, ngerokok itukan sarana kenikmatan. Anda bisa saja menyarankan Joni untuk nyari kenikmatan lain selain ngerokok. Tapi sekali lagi hati-hati, si Joni bisa saja membalas ajakan Anda dengan saran lebih baik Anda jalan kaki, tidak usah naik motor yang bisa menyebabkan kecelakaan.
“Lha, bahaya mana kecelakan motor atau akibat ngerokok ? tanya Joni yakin. “Jangan ngomong masalah bahaya dengan gue. Banyak hal-hal lain berbahaya di dunia ini. Kok nggak pernah diusik ?
Bung,
Sekali lagi, jika Anda benar-benar makhluk pembenci tembakau, saya sarankan jangan berdebat dengan makhluk pencinta tembakau. Mau otak Anda seperti Einstein dalam menjelaskan bahaya rokok, jika sudah berhadapan dengan pencintanya, tetap saja Anda dianggap tolol, atau mau pribadi Anda itu kharismatik seperti Kak Seto, tetap saja Anda dianggap angin lalu.
“Kalau ukurannya bahaya untuk kesehatan, berarti banyak dong yang harus dilarang...” celetuk si Joni.
“Maksudnya ???”
“Lha iya. Gorengan di pinggir jalan itu bisa dilarang, karena rata-rata memakai minyak goreng berkolesterol tinggi. Nongkrong di pinggir jalan itu dilarang, bahaya, bisa ketabrak becak. Minum kopi itu dilarang, bahaya, ada kafeinnya. Makan sambel itu dilarang, bahaya, pedas dan Anda bisa mencret. Makan daging itu dilarang, bahaya, bisa kena stroke lho. Pacaran dengan orang penuntut itu dilarang, bahaya, bisa makan hati. Terakhir, ngelarang orang ngerokok itu dilarang, bahaya, sebab larangan Anda sia-sia.” Terang Joni dengan filsafat tobbacoisme-nya.
Busyettt….
Nah, lho ??
Zamroni Rangkayu Itam
0 comments:
Posting Komentar