Pages

Sabtu, 31 Oktober 2009

(Menggenggam) Segenggam Kurma


Oleh : Zamroni Rangkayu Itam
********
Apa artinya sepenggal memoar? Kalau pertanyaan tersebut ditujukan kepada saya, akan saya jawab tergantung pada kesan dari penggalan memoar itu sendiri. Barangkali Anda juga sependapat dengan saya. Dan, untuk sementara saya angggap saja Anda sudah sependapat dengan saya…
Bicara tentang sepenggalmoar, saya teringat sebuah cepen, Segenggam Kurma karya Tayih Salih, pengarang yang berasal dari Sudan, Afrika. Apa keistimewaan cerpen ini? Yang jelas kalau dipandang dari segi isi atau nilai intristik yang terkandung di dalamnya, saya rasa banyak cerpen yang serupa itu. Cerpen ini istimewa justru karena ia mengalir seperti sebuah memoar—dengan mengambil sudut pandang seorang anak kecil.
Dalam cerpen ini, adalah Si Aku yang bercerita, tokoh orang pertama. Si Aku tersebut bercerita tentang sepenggal memoar masa kecilnya—dimana digambarkan bahwa si Aku ini adalah sosok yang pintar, rajin, pandai mengaji, dan sangat disayang oleh sang kakek. Baginya, si kakek adalah sosok yang istimewa, sosok yang menjadi panutannya. Walaupun begitu, bukan berarti sosok si kakek tidak mengandung cacat. Dan, yang lebih malang lagi, tokoh Si Aku justru merubah pandangannya tentang si kakek lewat babak kecil yang terlintas dalam kenangannya. Babak kecil tersebut tak lain adalah insiden segenggam kurma.
Kejadian tersebut berawal dari ajakan tetangga mereka Masood untuk memanen korma di ladangnya. Ada sekian banyak orang yang sudah berada di ladang tersebut ketika mereka sampai. Kegiatan memanen tidaklah berlangsung lama, tak ada kejutan di dalamnya. Keheranan si pencerita, Si Aku, adalah saat begitu banyak orang mengerumuni hasil panen tersebut. Masing-masing mereka seolah memiliki kepentingan tersendiri dari hasil panen tersebut, kendati jelas si pemilik ladang kurma adalah Masood. Puncak keheranannya adalah saat masing-masing mereka mengambil beberapa kantung kurma hasil panen, dan membawanya pulang. Hal ini juga dilakukan oleh kakek si pencerita. Si kakek mengambil lima kantung, dan memberi segenggam kurma kepada cucunya, si pencerita.
Kendati tidak paham benar apa kejadian sesungguhnya yang terjadi, Si Aku dapat merasakan sesuatu hal janggal yang menohok hatinya. Lebih-lebih lagi saat setiap orang mengambil hasil panen tersebut, si Aku jelas bisa melihat Masood seperti orang tercekat tak tahu harus bicara apa.
Cerita pendek ini memang merupakan sebuah penggalan kisah. Di dalamnya tidak diceritakan kenapa setiap orang merasa yang ada di acara panen tersebut seolah memiliki kepentingan tersendiri. Sang pengarang, Tayih Salih, dengan luar biasa menuangkan sebuah kisah melalui sudut pandang seorang anak kecil lewat gaya memoar. Membaca Segenggam Kurma ini, khususnya di penghujung cerita, kita akan dibuat tercekat lewat narasi Si Aku yang mencekam batin.

“…Aku berlari ke kejauhan. Mendengar kakekku memanggilku, aku sedikit ragu, kemudian melanjutkan perjalanan. Aku merasa pada saat itu bahwa aku membencinya. Aku mempercepat langkahku, sepertinya aku membawa di dalam diriku sebuah rahasia yang ingin kuhindari. Aku mencapai tepi sungai di dekat belokan di belakang hutan kecil pohon akasia. Kemudian, tanpa tahu mengapa, aku meletakkan jariku ke dalam tenggorokanku dan memuntahkan kurma yang sudah kumakan.”

Cukup seperti itu sajalah dulu, saya rasa!
untuk membaca cerpen tersebut, klik sini


0 comments:

Posting Komentar